Skip to main content

Pelarian dari Ketidak Tahuan Manusia.

Nenek moyang kita pernah menuhankan petir, gunung, matahari, bulan, bintang, samudra, hewan, pohon, batu, dll. Pada saat agama petir itu dominan tentu anda akan di cerca jika tidak ikut menyembah dewa petir.

Tetapi seiring bertambahnya pengetahuan manusia, nenek moyang kita menemukan bahwa petir hanyalah fenomena alami yang dapat di jelaskan secara logis, tanpa asumsi supernatural.

Dan si dewa petir pun di buang ke tong sampah sejarah,
at least sampai Hollywood membuat film Thor.

Sekarang kita tahu secara ilmiah apa itu bintang, matahari, bulan, gunung, badai, dll sehingga anda akan tertawa mengingat nenek moyang kita pernah menyembah hal-hal itu.

Konsep tuhan pun kian menyusut sampai pada titik dimana dia di deskripsikan sebagai entitas yang tidak dapat di deskripsikan, pokoknya di luar batas pengetahuan siapapun (kecuali beberapa orang yang terpilih, seperti Nabi atau Neo dalam film the matrix).

Kita tidak tahu bagaimana alam semesta terbentuk, bagaimana sel hidup pertama kali muncul di bumi, apa yang terjadi setelah mati,,, MAKA, tuhanlah yang menciptakan semua itu. Jadilah sekarang konsep tuhan yang di terima secara universal adalah sebagai Sang Pencipta.

Argumen di atas hanya bisa anda gunakan untuk mendukung konsep tuhan sebagai Sang Pencipta universal, tidak akan mendukung konsep tuhan A, B, C, D, atau E berdasarkan agama atau sekte tertentu.

Para ilmuan terus meneliti: mengobservasi alam semesta secara langsung, dan menarik kesimpulan dari apa yang di tunjukkan alam.

Edwin Hubble memukan bahwa alam semesta itu terus mengembang meluas, galaksi galaksi saling menjauh satu sama lain. Jadi jika kita mundur ke masa lalu maka alam semesta pada awalnya terpusat pada satu titik yang lalu meledak mengembang sampai menjadi alam semesta kita sekarang ini. Itulah yang di sebut teori Big Bang.

Pertanyaannya, apa yang terjadi sebelum Big Bang? Apakah tuhan yang meletuskan Big Bang itu?

Yang bertuhan akan mengatakan "ya", yang ateis akan membalas "lalu tuhan darimana?", dan di jawab "tuhan selalu ada (kekal), tidak di lahirkan", di balas lagi "jika demikian, mengapa harus tuhan yang kekal, mengapa tidak alam semesta yang kekal? Lagipula tuhan yang mana yang anda maksud? Di balas "tuhan A/B/C/D". Dan seterusnya tanpa ahir....

Tapi penelitian tidak berhenti di situ.

Albert Einstein menemukan hukum kekekalan massa dan energi dalam rumus terkenal E=mc² (energi = massa di kali kecepatan cahaya kuadrat). Observasi menunjukkan bahwa massa/energi itu tidak pernah hilang, tetapi selalu ada dalam satu bentuk atau lainnya.

Stephen Hawking dan lainnya menemukan fenomena fluktuasi vakum dimana materi muncul secara spontan dari ruang vakum. Karena di ruang vakum pun tetap terdapat energi dari osilasi elektromagnetik acak yan sekarang di sebut vacuum fluctuation energy. Mendukung teori Einstein di atas.

Jadi, jika massa dan energi tidak bisa di ciptakan atau di hilangkan, dan jika alam semesta sepenuhnya tersusun dari massa dan energi. Kita dapat menyimpulkan bahwa alam semesta pada ukuran dan tingkat kepadatan yang besar atau kecil, selalu ada. Tidak pernah ada saat dimana massa/energi penyusun alam semesta tidak ada, baik ketika alam semesta dalam keadaan vakum atau padat kecil tak terhingga pada titik teoretis yang di sebut singularity, yang tidak memiliki volume sama sekali. Alam semesta selalu ada.

Sehingga jika ada yang pantas di sebut tuhan, dia adalah alam semesta itu sendiri.

- god is a lazy explanation (Dr. House)

- better by far to embrace the hard truth rather than reassuring fables (Carl Sagan)

Comments

Popular posts from this blog

My first book has been published: The Bitcoin Art of War

The Bitcoin Art of War is your strategic guide to mastering the future of money. In this powerful exploration, Bitcoin is more than just a digital currency—it’s a tool of revolution, an antidote to financial tyranny, and a pathway to personal sovereignty. Drawing inspiration from timeless strategies of power and war, this book dissects the battle between decentralized forces and traditional institutions, arming you with the knowledge to navigate Bitcoin’s impact on society, economics, and your own life. From the battlefields of central banks and governments to the philosophical challenges of wealth, freedom, and control, The Bitcoin Art of War provides cutting-edge insight into topics like decentralization, censorship resistance, and the evolving landscape of digital sovereignty. With deep dives into praxeology, free speech, the nature of power, and how Bitcoin aligns with historical strategies of warfare, this book is a must-read for those seeking to understand—and thrive...

The God Delusion by Richard Dawkins | Terjemahan Bahasa Indonesia | Bab I

CHAPTER 1 A deeply religious non-believer //Orang alim yang tidak beriman// I don't try to imagine a personal God; it suffices to stand in awe at the structure of the world, insofar as it allows our inadequate senses to appreciate it. “Saya tidak membayangkan tuhan yang memiliki kepribadian; Cukuplah untuk berdiri dan mengagumi struktur dunia, sejauh panca indera kita yang tak sempurna ini bisa mengapresiasinya.” ALBERT EINSTEIN Kehormatan yang Pantas Anak itu tiarap di atas rerumputan , dagunya bertumpu di tangannya . Dia tiba-tiba merasa kewalahan oleh kesadaran yang tinggi atas batang-batang dan akar-akar pohon yang kusut , dia menemukan sebuah hutan di dalam dunia mikro , dunia semut dan kumbang yang berbeda dan bahkan dunia miliaran bakteri di dalam tanah , dimana secara diam-diam bakteri tersebut menopang perekonomian dunia mikro , walaupun anak itu belum mengetahui detail bakteri pada saat itu. Tib...

PUISI - Untitled I

Tidak ada satupun sesuatu musnah dari keberadaannya, Mereka hanyalah berubah bentuk, Sekarang kita hidup, menangis, tertawa, dan memakan makhluk hidup lainnya, Esok, kita adalah makanan bakteri dan makhluk hidup lainnya, Sekarang kita adalah gumpalan atom-atom yang menyatu membentuk makhluk hidup kompleks yang kita sebut "AKU" Esok, kita akan menjadi atom-atom penyusun kotoran bakteri yang telah mengkonsumsi kita, Menjadi bahan makanan bagi tumbuhan, Menyatu dengan aliran sungai, samudra, dan udara, Menjadi penyusun awan dan hujan, Menjadi bahan penyusun makhluk hidup generasi berikutnya, Sebagaimana kita meminjam semua bahan penyusun tubuh kita ini dari makhluk hidup generasi sebelum kita, Karena Alam Semesta itu adil, Dia tidak akan memihak manusia di atas bakteri dan kutu, Kita semua menyatu di dalam simfoni kosmik yang tidak dapat di gambarkan kata-kata, ...... Kita menari dalam siklus tanpa awal dan akhir,  Diturunkan, diangkat, dihancurkan, d...