"You can't derive an ought from an is"- Hume.
Kita
memang tidak bisa menarik 'ought' (kewajiban moral) dari 'is'
(kenyataan materialistik/fisik), ini ibarat menyamakan 'cinta' dan
hormon 'oxytocin'. 'Cinta' adalah fenomena psikologis dan sosial yang kompleks
sementara hormon oxytocin hanya sebuah zat kimia. Korelasi hormon ini
dengan perasaan cinta, sex dan social bonding terlalu kompleks 'banyak
variable neurologis kompleks' jadi gak akan bisa di buat rumus sederhana seperti
dalam fisika E=mc2. Sehingga moralitas bisa di analisa secara sosiologis
dan psikologis berkaitan dengan 'human suffering dan happiness'
misalnya, faktor apa saja yang promote happiness dan suffering. Anehnya
seringkali happiness bagi si A = suffering bagi si B, nah gimana menarik
'kewajiban moral dari situasi ini?' memang tidak bisa, si A tidak harus
mengurangi suffering si B, si B pun tidak harus diam pada possisi
sufferingnya, dia bisa saja mencuri dari si A agar dapat sedikit porsi
happiness. Kecuali dia enjoy suffering, bisa aja. Atau si A tidak suka
happiness dan ingin suffering, bisa aja. Ilusi bahwa ada sebuah
'kewajiban moral' justru yang membuat orang mudah kena tipu. Menyadari
bahwa semua orang bisa menikam anda dari belakang akan membuat anda lebih
waspada dan rentan tipu-tipuan murahan. Seperti ketipu dukun, ustas,
paranormal, politisi, nabi, saintis, dll. Tapi untuk memuluskan agenda
kita kan memang harus sering berpura-pura santun dan nurut, karena yang
punya otoritas bisa saja membuhuh kita jika telihat terlalu melawan.
Anehnya saya lebih banyak dapet moral insight dari literatur satanic/machiavellian daripada literatur agama.
Karena dalam literatur agama, 'Si A nyolong istri anaknya atau menikahi anak di bawah umur' di justifikasi oh 'itu karena di perintah atau di restui tuhan',
Dalam literatur satanic atau machiavellian,
'Si A nyolong istri anaknya atau menikahi anak di bawah umur' tidak di
justifikasi jawabannya 'memang manusia itu punya hasrat sex besar yang
jika dia mampu melakukannya dan tidak ada yang mampu melarang, akan di
lakukan walaupun itu dengan istri anaknya atau dengan anak kecil,
nothing you can do about it unless you have anough power to stop him, if
you have anough power you might be that person yourself and nothing can
stop you except those who can overpower you'
Jadi
ini menyanggah konklusi tulisan di atas. Sama aja agama dan ateisme
sama2 tidak bisa mencegah perbuatan manusia yg di anggap tidak bermoral
atau bermoral. tidak bisa mempengaruhi outcome dari keadaan. dengan
agama bukan berarti orang akan lebih bermoral, ateis juga tidak berarti
orang jadi tak bermoral.
"Religion is an insult to
human dignity. With or without it you would have good people doing good
things and evil people doing evil things. But for good people to do evil
things, that takes religion." -Nobel Laureate Steven Weinberg
"man is born free, but forever live in chains," Rousseau
"we are truly free in a universe size playground" - Kurzgesagt
Nihilism: Nothing matters.
Optimistic Nihilism: It doesn't matter that nothing matters.
Comments
Post a Comment